Senin, 06 Juli 2015
vandal di tugu yogyakarta
Diposting oleh ruangmenataplangit di 01.15 0 komentar
Label: corat coret, dadais, DIY, vandalisme, yogyakarta
Sabtu, 06 Oktober 2012
Statement Final Mengenai Bubarnya Red Army Fraction ‘Baader-Meinhof'
Dirilis pada akhir Mei 1970
MEMBANGUN TENTARA MERAH
Apakah babi-babi tersebut yakin bahwa kami akan membiarkan
kamerad Baader berdiam di penjara untuk dua atau tiga tahun? Apakah
babi-babi tersebut yakin kami akan berbicara mengenai pengembangan
perjuangan kelas, re-organisasi proletariat, tanpa mempersenjatai diri
pada saat yang sama? Apakah babi-babi tersebut yang pertama kali
menembak, yakin bahwa kami akan membiarkan diri kami yang tanpa
kekerasan ditembaki seperti di rumah jagal? Siapapun yang tidak
mempersenjatai dirinya akan mati. Mulailah perlawanan bersenjata! Bangun
Tentara Merah!
Red Army Fraction
Mei 1970
Statement Final Mengenai Bubarnya Red Army Fraction ‘Baader-Meinhof’
Dirilis tanggal 20 April 1998
GERILYA KOTA TINGGAL SEJARAH…
Hampir 28 tahun yang lalu, pada tanggal 14 Mei 1970, RAF secara resmi
telah lahir sebagai sebuah bentuk dari aksi pembebasan, dan hari ini
kami menyatakan bahwa kami mengakhiri proyek tersebut. Gerilya kota yang
telah menjadi sikap dan dasar dari RAF telah menjadi sejarah. Kami,
yaitu semua yang telah menjadi bagian dari organisasi ini hingga saat
terakhir, telah mengambil langkah ini secara bersama-sama. Mulai kini,
kami, seperti juga semua yang tergabung dalam asosiasi ini adalah
anggota-anggota yang militan dari RAF. Kami berpijak pada sejarah kami
dimana RAF adalah salah sebuah usaha revolusioner dari sekelompok kecil
orang-orang untuk menolak dan melawan tendensi-tendensi tatanan
mayarakat saat ini dan berkontribusi dalam melawan kapitalisme. Kami
bangga telah menjadi bagian dari usaha tersebut walaupun pada akhirnya
proyek ini memperlihatkan kepada kami bahwa kami tidak akan mungkin
meraih sukses dengan menggunakan jalur ini.
Tetapi hal ini bukanlah penentangan kami terhadap revolusi. RAF
adalah merupakan keputusan kami untuk memilih berdiri disamping rakyat
dalam perjuangan melawan dominasi kapitalisme demi kemerdekaan seluruh
dunia. Bagi kami, keputusan yang kami buat ini adalah benar. Ancaman
hukuman penjara ratusan tahun bagi para anggota-anggota RAF yang
tertangkap tidak menjadikan kami takluk ataupun membuat kami menyerah.
Kami tetap menginginkan sebuah konfrontasi dengan kekuatan dari para
penguasa. 27 tahun yang lampau kami bertindak sebagai subyek dari
konfrontasi tersebut, dan hingga saat inipun kami tetap berpijak bahwa
kami harus tetap menjadi subyek. Bagaimanapun hasilnya, RAF -seperti
juga semua organisasi grass-roots yang masih berdiri hingga saat ini-
tidaklah lebih dari sebuah fase transisi dalam jalur menuju kebebasan
yang sesungguhnya. Setelah era perang dan fasisme, RAF membawa sesuatu
yang baru kepada masyarakat yaitu: sebuah momen dimana kita dapat
mempertajam kontradiksi antara proletar dengan tatanan sistem yang
secara sistematis telah menjadi subyek dan mengeksploitasi proletar
sebagai obyek dari struktur tersebut dimana proletar diciptakan dan
dipaksa untuk berperang melawan sesama proletar.
Sebuah perjuangan dalam tatanan sosial, yang telah menempatkan kami
sebagai oposisi, yang telah mendorong kebebasan sosial-politik beberapa
langkah ke depan. Dan momen ini adalah saat kami mengambil saat untuk
memilih keluar dari sistem, sebuah sistem yang menempatkan profit
sebagai subyek dari segalanya dan menempatkan proletar sebagai obyek.
Kami bergerak berawal dari penolakan, kepada penyerangan, hingga menuju
kebebasan.
Tumbuhnya RAF Dari Secercah Harapan Akan Sebuah Kemerdekaan
Berlatar belakang dari tindakan-tindakan para gerilyawan dari daerah
selatan melawan penduduk yang kaya raya di daerah utara, RAF muncul
sebagai sebuah solidaritas pada pergerakan kebebasan dengan menggunakan
taktik dan strategi perjuangan yang serupa. Di seluruh dunia, jutaan
orang telah terlibat dan mengambil pilihan dalam perjuangan resistansi
dalam usahanya meraih kemerdekaan dan melihatnya sebagai sebuah
kesempatan bagi diri mereka sendiri. Di berbagai tempat di dunia ini,
perjuangan bersenjata adalah salah satu harapan untuk tercapainya
kemerdekaan. Begitupun di Jerman, ratusan orang telah menempatkan diri
mereka dalam perjuangan bersenjata dari organisasi militan seperti
Second Of June Movement, Revolutionary Cells (RZ), RAF dan juga Rote
Zora. RAF muncul sebagai hasil dari diskusi-diskusi ratusan orang di
Jerman yang mulai berpikir tentang perjuangan bersenjata sebagai jalan
menuju kemerdekaan pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970. RAF
mengambil bagian dalam perjuangan melawan negara, sebuah negara yang tak
akan pernah berubah dengan sistem sosialis nasionalnya yang muncul
mengikuti fasisme partai Nazi. Perjuangan bersenjata adalah sebuah
pemberontakan bersenjata melawan penguasa, melawan alienasi dan
kompetisi. Perjuangan tersebut adalah pemberontakan demi tercapainya
sebuah tatanan nyata dari sosial, politik maupun budaya. Dalam eforia
dari usaha-usaha global untuk tercapainya kebebasan, sudah saatnya bagi
sebuah perjuangan yang tegas untuk secara serius mengangkat senjata dan
merubah strategi dan taktik, serta tidak lagi hanya menerima legitimasi
pseudo-natural dari sistem yang berlaku.
Era 1975 – 1977
Dengan aksi pendudukan kedutaan Jerman di Stockholm tahun 1975, RAF
meluncurkan sebuah fase selama waktu yang dianggap mungkin untuk
membebaskan tapol/napol dari penjara. Aksi pertama kami yang dinamai
“1977 Offensive” (Serangan 1977) dilakukan, dimana anggota-anggota RAF
menculik Schleyer. RAF mengambil sikap untuk mempertanyakan struktur
kekuasaan negara. Hal ini mulai menjadi sebuah sikap yang radikal dan
tegas dalam usahanya untuk menyudutkan negara melalui posisi sebagai
penyerang bagi kaum leftist revolusioner, melawan kekuasaan negara. Dan
sudah sangat jelas bahwa negara akan berusaha untuk menghalangi usaha
tersebut. Konflik yang meningkat secara cepat, walau bagaimanapun,
kemudian juga berkontradiksi dengan latar belakang sejarah Jerman: yaitu
terus berlangsungnya Nazisme di negara Jerman Barat, dimana kami
memerangi hal tersebut dengan sangat ofensif. Schleyer, yang pernah
menjabat sebagai anggota pasukan SS pada waktu rezim Nazi masih berkuasa
penuh, seperti juga sisa-sisa Nazi yang masih ada di semua tingkatan
masyarakat, mendapat kemudahan untuk kembali bekerja di kantor-kantor
pemerintahan justru karena negara merasa berkewajiban untuk menghormati
apa-apa yang pernah dia lakukan pada masa kejayaan Nazi. Kaum Nazi
membangun karir bagi sisa-sisa anggotanya di Jerman Barat dengan
menempatkan mereka pada posisi-posisi penting pada jabatan-jabatan di
kantor pemerintahan, dalam kantor-kantor pengadilan negara, dalam
aparatus kepolisian, dalam jabatan militer, media massa dan dalam
perusahaan-perusahaan besar nasional. Sisa-sisa para anti-semit, rasis
dan para pembantai di era Nazi dan juga orang-orang yang seharusnya
bertanggung jawab atas banyak pembantaian pada era tersebut, justru
kembali menjadi elit-elit pemegang kekuasaan. Schleyer-pun semenjak
akhir era kejayaan Nazi bekerja bersama-sama dengan para kapitalis
Jerman untuk berusaha membentuk sebuah region ekonomi Eropa yang akan
berada dibawah dominasi Jerman.
Kaum Nazi menginginkan Eropa untuk berada dibawah kekuasaan mereka
dengan cara berjuang melalui sistem industri dan penanaman modal. Dengan
demikian, mereka ingin mengakhiri perjuangan kelas dengan cara
memanfaatkan buruh-buruh berkebangsaan Jerman dan juga buruh-buruh yang
dapat “menjadi seperti seorang Jerman”, serta kemudian memasukkan mereka
kedalam masyarakat. Dengan seakan sudah terbebasnya rakyat dari fasisme
rezim Nazi, hal tersebut sebenarnya justru mengilusi kesadaran rakyat
dari kenyataan bahwa sebenarnya tak akan pernah ada kebebasan di bawah
sistem kapitalisme. Setelah tahun 1945, Schleyer bekerja untuk
menggolkan kepentingan-kepentingan yang sama dengan pada waktu era Nazi
tetapi melalui bentuk yang lebih modern. Bentuk modern ini datang pada
tahun 1970 dengan model sosial-demokrat. Sebagai kepala bagian industri
negara, Schleyer kembali melanjutkan pembangunan sebuah sistem yang
memandulkan setiap pergerakan resistansi sosial –sebagai contohnya,
antara lain dengan cara memenjarakan para aktifis buruh atau dengan cara
mengintegrasikan dan memberikan kontrak-kontrak jaminan keamanan.
Integrasi ini bertujuan untuk memasukkan sebanyak-banyaknya buruh
berkebangsaan Jerman ke dalam segala sektor masyarakat. Disaat yang
sama, para buruh imigran dikurangi jatah fasilitasnya di berbagai tempat
kerjanya dan lebih dieksploitasi dalam berbagai bidang garapannya, hal
ini jugalah yang menimbulkan bencana kelaparan di daerah-daerah
pemukiman kaum imigran. Kontinuitas dari sistem yang oleh Schleyer
terapkan –di tahun 1970 dengan model sosial-demokrat– adalah sebuah
momen penting dalam pembangunan dan pemapanan Republik Federasi Jerman.
Represifitas Pada Setiap Suara Yang Kritis Dan Meningkatnya
Tapol/Napol — Teknik Reaksioner Yang Sama Dengan Yang Diterapkan Oleh
Kaum Nazi.
Aksi dari “1977 Offensive” mempertegas bahwa masih ada sebagian
elemen rakyat yang tidak terintegrasikan dan terkontrol oleh sistem.
Setelah kaum Nazi mengeliminir setiap resistansi, aksi-aksi dari
kelompok-kelompok gerilya kota setelah tahun 1968 kembali kepada
perjuangan kelasnya dan tidak lagi berintegrasi dengan kekuatan
pemerintah manapun. Kasus penculikan Schleyer tidak membuat negara
menjadi panik, tetapi hal ini justru memperkuat reprsifitas yang
diberikan kepada siapapun yang mengekspresikan perbedaan pandangannya
dengan sistem negara yang kemudian dinyatakan dalam keadaan darurat.
Negara memerintahkan semua media massa untuk mengikuti jalur
perkembangan dari Crisis Staff (badan negara yang bertugas saat negara
dinyatakan dalam keadaaan darurat), dimana hampir semua media massa
menyetujui hal tersebut untuk menghindari konfrontasi yang beresiko
besar dengan tatanan sistem.
Kaum intelektual, yang telah diketahui oleh semua orang bahwa mereka
tidak bersimpati kepada gerakan RAF, tetap mendapat perlakuan represif
dari negara untuk menghindarkan sikap kritis dari mereka yang akan
berefek menyebarnya dukungan terhadap RAF. Anggota-anggota dari Crisis
Staff, dengan beberapa diantaranya merupakan wakil dari kaum militer,
menerapkan cara yang sama dengan cara yang pernah Nazi gunakan –walaupun
memang kaum Nazi lebih brutal dalam penerapannya– untuk menghapuskan
setiap tindak perjuangan anti-fasis dan anti kapitalis. Dibawah rezim
Nazi maupun di tahun 1977, negara menerapkan kebijakan-kebijakan yang
tidak menyisakan pilihan diantara memberikan loyalitas dan rasa
patriotisme kepada negara atau memilih untuk mendapat tindak represif.
Saat negara gagal untuk memaksa RAF mengembalikan Schleyer, negara
kemudian mengambil kebijakan untuk membiarkannya dan menggantikan
kedudukan Schleyer. Saat mencium akan adanya kecenderungan tersebut,
kami memberikan aksi mengejutkan lainnya dengan membajak sebuah pesawat
penumpang sipil dalam sebuah aksi gerilya yang merupakan bagian dari
taktik penyerangan kami. Hal ini semakin menjelaskan bahwa RAF tidak
berasosiasi dengan siapapun baik itu golongan dari sektor pemerintahan
oposisi maupun dari sektor masyarakat –dimana keputusan RAF untuk
mengklaim bahwa RAF bukanlah merupakan aksi rakyat kebanyakan adalah
agar negara mengurangi represifitasnya pada orang-orang yang dianggap
tidak bersalah. Walaupun tuntutan-tuntutan kami yang menginginkan agar
semua tapol/napol di Jerman –yang hampir semuanya ditangkap atas
aktifitasnya menentang penempatan eks-Nazi dalam kursi-kursi
pemerintahan– untuk dibebaskan terlihat mulai menemui titik terang,
dimensi perjuangan revolusi sosial justru tidak lagi bertambah jelas.
Dari 1970 Hingga 1980
Kami telah mempertaruhkan segalanya dan menderita berbagai kekalahan
yang berat. Selama proses perjuangan mereka hingga akhir tahun 1970,
telah tampak bahwa RAF tinggal menyisakan beberapa orang saja yang
berasal dari periode awal di tahun 1968. Banyak anggota-anggota RAF dari
pergerakan awal tahun 1968 telah menyerah dari pergerakan politik dan
menggunakan sisa kesempatan mereka untuk membangun karir dan kembali
kepada masyarakat biasa. RAF, sebagai bagian dari perjuangan
anti-imperialis global, telah mengangkat senjata demi tercapainya
kebebasan di Jerman Barat. Tahun 1977 telah memperlihatkan bahwa
bagaimanapun juga RAF yang tidak termasuk kepada kekuatan politik
oposisi legal maupun kekuatan militer, telah menciptakan situasi perang
domestik kepada kekuatan neo-Nazi dan anti-kapitalis anti-imperialis.
Sudah saatnya bagi kami untuk membuka lembaran baru dalam usaha
perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.
Pengalaman dari kekalahan kami di tahun 1977 telah membuktikan bahwa
kami harus menggunakan strategi dan taktik baru selain menggunakan
taktik gerilya kota cara kami. Telah dibutuhkan sebuah konsep baru untuk
perjuangan menuju kemerdekaan. Kami membutuhkan sebuah basis baru yang
bersedia bergabung dalam perjuangan sebagai segmen-segmen radikal dari
pergerakan resistansi yang telah terbit diakhir tahun 1970an, yaitu
basis massa rakyat. Tetapi konsep pembentukan front rakyat terhambat
karena berbenturan dengan dasar pergerakan dari RAF di tahun 1970an.
Aksi-aksi bersenjata nyatanya tetap menjadi fokus utama mereka dalam
proses revolusioner yang dilihat sebagai sebuah perang demi sebuah
kemerdekaan.
Pembentukan Front Anti Imperialis Di Tahun 1980an
Di sekitar tahun 1980an, terjadi beberapa perjuangan langsung melawan
proyek-proyek yang tidak manusiawi dari sistem, perjuangan tersebut
juga mengekspresikan pencarian akan sebuah bentuk baru dari tatanan
kehidupan yang bebas. Sebuah revolusi sosiallah yang akan memperlihatkan
sebuah kenyataan sosial baru, saat ini juga. Ribuan orang dari
gerakan-gerakan baru tersebut turun ke jalan-jalan dalam tahun 1980
untuk memprotes hal-hal yang sama dengan apa yang RAF pernah berusaha
serang sejak tahun 1979, yaitu: kebijakan militer dari negara-negara
NATO, yang akan memungkinkan negara-negara Barat untuk membiayai
berbagai perang secara simultan, perang melawan Soviet Union dan, dalam
saat yang sama, seperti juga perang yang berupa intervensi melawan
gerakan pembebasan dan revolusi, seperti di Nikaragua, dimana telah
ditempuh satu langkah ke depan menuju pembebasan dari kediktatoran
Barat.
RAF berasumsi bahwa kami tidak akan sendirian selama fase tersebut.
Konsep yang ada dipenuhi dengan harapan bahwa sektor-sektor militan dari
berbagai gerakan akan bergabung dalam sebuah front. Tetapi konsep ini
gagal saat mendapati bahwa dalam proses membentuk sebuah situasi sosial,
hanya beberapa orang saja yang dapat melihat hasil-hasil yang bisa
dicapai bila dalam sebuah perjuangan menuju kebebasan ditempuh dengan
cara setingkat level perang. Perjuangan menuju kebebasan, dimana momen
sentralnya adalah perang, hanya mungkin apabila terdapat
kekuatan-kekuatan dalam massa yang bergerak menuju ke arah itu
–setidaknya dalam bentuk elemen radikal dari sebuah gerakan.
Tetapi hingga bagi mereka yang telah melakukan aksi solidaritaspun
–yang memang sangat sedikit jumlahnya– sama sekali tidak berpikiran
mengenai perjuangan setingkat pemikiran dari RAF dalam benak mereka.
Sebuah perang gerilya membutuhkan sebuah ekspansi pada perspektif massa
hingga semuanya –setidaknya sebagian besar massa– ke tahap pemikiran
dalam level perjuangan bersenjata. Hal ini sangatlah esensial dari
penerapan taktik gerilya tersebut, sementara RAF tidak mampu untuk
menerapkan hal tersebut. Gagasan RAF dengan taktik perjuangan
bersenjatanya, dalam point-point penting perjuangan telah menempatkan
proses perubahan politik dan budaya menjadi seakan kurang penting. Pada
akhirnya, pembentukan front tetap tidak dapat menghilangkan batasan
antara sebuah gerakan massa dengan gerilya.
Di tahun 1980, RAF beroperasi dengan asumsi bahwa sebuah revolusi
sosial akan mungkin apabila dilakukan serangan-serangan dalam inti
strutur kekuasaan dari imperialisme. Dengan pendekatan seperti ini,
politik-politik yang dilakukan oleh RAF menjadi semakin abstrak. Hal ini
malah memisahkan apa yang seharusnya berada dalam satu konteks menjadi
dua konteks yaitu: anti-imperialis dengan revolusi sosial. Konteks
revolusi sosial menghilang dari teori-teori dan praksis dari RAF.
Orientasinya menjadi sekedar membuat barisan anti-imperialis yang dalam
hasilnya adalah pembentukan front anti imperialis. RAF bukan menjadi
sebuah jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan sosial. Inilah yang menjadi
kesalahan fundamental bagi RAF.
Gema yang ditimbulkan dalam massa tetap terbatas, karena usulan untuk
membentuk sebuah kesadaran dalam massa dan mendorong timbulnya
kontradiksi pokok antara massa proletar dengan negara –sebuah momen
sentral dari setiap proses revolusioner– telah menghilang. Selain bahwa
RAF terlihat berusaha menghancurkan kontrol yang didominasi negara
dengan meningkatkan intensitas serangan-serangannya, prioritasnya
meningkat dalam dimensi militer. Penekanan tersebut tetap berlanjut
selama tahun 1980an dan itulah yang mendefinisikan perjuangan RAF.
Kami melakukan serangan-serangan melawan proyek-proyek NATO seperti
komplek-komplek industri penting milik militer, bersama-sama dengan
grup-grup gerilya lainnya di Eropa Barat; sebagai sebuah usaha
menggabungkan semuanya kedalam satu Front Gerilya Eropa Barat, dimana di
dalamnya tergabung RAF, Action Directe di Perancis, dan Red
Brigades/PCC di Italia. RAF berkonsentrasi –sekuat kemampuan mereka–
dalam menyerang proyek-proyek NATO dan setelah 1984, menyerang formasi
dari kekuatan baru blok-blok barat dari negara-negara Eropa Barat. Yang
menjadi fokus serangan tetaplah disesuaikan dengan kekuatan kami yang
terbatas dan yang sesuai dengan identifikasi RAF. Usaha-usaha untuk
membentuk sebuah front dengan grup-grup lain dari perjuangan resistansi
diatas ternyata tidak terealisasikan. Dengan demikian maka front yang
sedang dibangun itu hancur, karena terlalu banyak energi yang dihabiskan
hanya untuk memutuskan bagaimana membuat front dengan benar. Selama
usaha pembentukan front ini, terjadi pemapanan di sisi kami sendiri yang
sama karakternya dengan mendemonstrasikan politik yang lebih kecil
resikonya, memapankan politik lama, bukannya membuat sebuah politik
baru, hal ini jelas sangat berseberangan dengan usaha menuju kearah
kebebasan.
Dan ini adalah juga merupakan waktu dimana RAF dan mereka yang telah
tertangkap, mengabaikan berbagai kesulitan dan tetap tak mau menyerah,
memperlihatkan bagaimana kami tetap bertahan tidak termoderasi oleh
berbagai keadaan dan tetap berkomitmen untuk membuat sebuah kondisi
melawan kekuatan penguasa. Hal ini memberikan harapan yang baik bagi
mereka yang menginginkan perjuangan melalui kolektifitas dan kebersamaan
dalam melawan isolasi dan alienasi yang terbentuk dalam tatanan
masyarakat.
Perjuangan mereka yang ditahan melawan isolasi penjara dan demi
bergabungnya mereka semua kembali, demi perjuangan, demi harkat dan
martabat dan demi kebebasan, yang juga sama dengan apa yang telah sejak
lama pernah dilakukan oleh banyak orang, adalah sesuatu yang dapat
dengan mudah dikenali oleh banyak orang. Sikap non-kompromis dari RAF
dan mereka yang ditahan melawan kekuatan penguasa tampak sangat jelas
dihadapan para penguasa yang telah berusaha menekan setiap perjuangan
menuju kehidupan baru yang bebas.
Kami, Yang Hampir Sebagian Besar Sangat Terlambat Berorganisasi Dalam RAF…
…bergabung dalam harapan bahwa perjuangan kami dapat
mengkontribusikan sebuah masukan baru bagi revolusi global dalam merubah
kondisi saat ini. Kami membawa perubahan bagi perjuangan menuju
kebebasan, sebagai sebuah jalan baru dimana kami dapat menggabungkan
diri kami dengan mereka yang berada di jalan lain. Dan kami ingin
memberikan sesuatu bagi mereka yang telah berjuang sebelum kami, dan
bagi mereka yang telah gugur atau dikirm ke penjara. Perjuangan dengan
taktik ilegal telah secara atraktif memberikan efek yang jelas kepada
kami. Kami ingin menghancurkan batas yang menghalangi kami untuk bebas
dari apapun yang telah mengikat kami dengan sistem.
Perjuangan bersenjata yang memang jelas-jelas ilegal, bagi kami,
tidak lebih sebagai sebuah jalan yang cocok dan sangat mungkin dalam
sebuah proses menuju kebebasan. Tetapi juga, terlebih lagi dalam
menanggapi krisis gerakan leftist di seluruh dunia, kami ingin
menggunakan gerilya kota sebagai sebuah kemungkinan dan membuatnya tetap
ilegal sebagai sebuah proses menuju kebebasan. Tapi kami juga sadar
bahwa kami sendiri sangatlah tidak cukup. Taktik gerilya sendiri, juga
merupakan sesuatu yang harus terus berubah, berevolusi. Harapan kami
adalah untuk dapat membuat garis baru antara taktik gerilya dengan
taktik berbagai sektor lain yang merupakan gerakan resistansi di
tengah-tengah massa. Untuk merealisasikan hal ini, kami mencari sebuah
proposal baru, dimana semua perjuangan dari berbagai bentuk hingga
perjuangan gerilya dapat berdiri bersama-sama.
Hal Itu Sangat Penting Bagi Kami, Menyusul Runtuhnya Jerman Timur,
Untuk Membawa Perjuangan Kami Sejalan Dengan Situasi Sosial Yang Baru.
Kami ingin untuk mengambil langkah untuk berkorelasi dengan mereka
yang mimpinya berakhir dengan hancurnya DDR dan penggabungannya dengan
Jerman Barat. Sebagian telah melihat kenyataan bahwa ‘sosialisme yang
benar-benar eksis’ bukanlah pembebasan sama sekali. Sedangkan sebagian
lainnya, yang menjadi bagian dari oposisi bagi sosialisme yang
benar-benar eksis di Jerman Timur, telah memimpikan mengenai sesuatu
yang berbeda baik itu dari kapitalisme maupun dari sosialisme yang
benar-benar eksis. Banyak orang yang tinggal di DDR dan mereka yang
menuntut reunifikasi dengan Jerman Barat mulai mempelajari sesuatu yang
baru, sebuah situasi sosial yang tertekan lengkap dengan seluruh jaminan
keamanan yang secara drastis eksis.
Kami ingin berhubungan dengan orang-orang tersebut, selama situasi
historis yang sangatlah tidak jelas bagi semua orang, yang telah
berjuang demi pembebasan dalam konfrontasinya dengan negara Jerman Barat
dan juga dengan mereka yang telah dijejali dengan kemapanan reaksioner
yang benar-benar rasis dalam Jerman timur yang sudah tidak eksis lagi.
Kami tidak ingin membuat orang-orang tersebut menjadi golongan sayap
kanan atau juga menyepelekan mereka. Kami melihat bahwa dimensi ini
dapat berubah dan diselesaikan dengan sebuah proyek baru yang bersifat
pembebasan internasionalis dimana semua kenyataan yang ada baik itu di
Jerman Timur ataukah di Jerman Barat akan saling berhubungan. RAF, yang
memiliki akar sejarah dalam gerakan perlawanannya di Jerman Barat, tidak
dapat menerima hal ini.
Usaha Untuk Membangkitakan Kembali RAF Pada Tahun 1990 Adalah Sebuah Proposal Yang Tidak Realistis
Kami ingin mentransformasikan sebuah konsep yang terbit pada gerakan
tahun 1968 kepada konsep internasionalis dan berwawasan revolusi sosial
sebagai sebuah bentuk yang baru disesuaikan dengan kondisi obyektif
dalam tahun 1990an. Saat inilah waktu dimana kami mencari sesuatu yang
baru, tetapi masih terikat oleh dogma-dogma dari tahun-tahun terakhir.
Kami tidak menjadi seradikal seperti saat kami mulai dulu. Karenanya
kami telah membuat kesalahan yang sama yang pernah kami lakukan di tahun
1977: kami mengharapkan secara berlebihan dukungan untuk melanjutkan
perjuangan dengan cara ini ini.
Secara fundamental, adalah berbahaya apabila taktik perjuangan
bersenjata didiskreditkan sementara pada saat yang sama tidak pernah
sama sekali diterangkan bagaimana sebuah perjuangan bersenjata dapat
memperkuat perjuangan menuju pembebasan. Sangatlah perlu untuk melihat
kembali pada issue ini dalam konteks yang lebih dapat dipertanggung
jawabkan karena hampir selalu perjuangan-perjuangan bersenjata
didiskreditkan –walaupun situasinya berbeda, karenanya perlu lagi sebuah
penerangan mengenai hal tersebut. Krisis yang terjadi, saat kami yang
tersisa mencapai batasnya pada tahun 1980an dan mulai berpencar sedikit
demi sedikit, membuat kami terpaksa memutuskan untuk berusaha membuat
jaringan terhadap RAF kepada beberapa proyek yang merupakan sebuah
proposal yang sangat-sangat tidak realistis. Kami sudah terlalu
terlambat –walaupun untuk sekedar mentransformasikan RAF kedalam
bentuknya yang baru setelah sebuah periode refleksi. Kritik dan
oto-kritik tidaklah bertujuan untuk mengakhiri sesuatu, tetapi lebih
kepada memperkuat sesuatu yang telah ada. Pendeknya, akhir dari RAF
bukanlah sama sekali merupakan hasil akhir dari proses kami mengkritisi
diri dan mempertimbangkan kritik yang ada serta refleksinya, tetapi
lebih merupakan karena pemikiran bahwa hal tersebut memang perlu, karena
konsep RAF tidak mencakup elemen-elemen baru yang penting dan berguna
dimana sesuatu yang baru dapat muncul.
Saat kami memperhatikan segmen ini melalui sejarah kami pada
khususnya bersamaan dengan proses sejarah pad umumnya, usaha untuk
membuat RAF kembali menjadi sebuah proses politis yang kuat, lebih
merupakan sebuah perpanjangan saja dari sesuatu yang pada perpsektifnya
memang sudah seharusnya berakhir. Kami perlu untuk melihat kenyataan
bahwa bentuk-bentuk perjuangan, diatas semua hal tersebut, tetaplah
memiliki konsep-konsep lama. Tidak ada artian-artian baru, sesuatu yang
mungkin dapat menawarkan sebuah prespektif alternatif bagi masyarakat
kelas pekerja dan kondisi ekonomi yang berorientasi pada akumulasi modal
yang jelas sangat tidak manusiawi. Sebuah perspektif alternatif sebagai
sesuatu yang dapat dijadikan fondasi bagi perjuangan pembebasan masa
depan yang dapat menyatukan rakyat bersama.
Mengikuti kekalahan yang diderita pada tahun 1993, kami tahu bahwa
kami tidak dapat berjalan seperti saat kami dulu bermula, dan dengan
demikian kami mengistirahatkan perjuangan kami pada tahun 1992. Kami
yakin bahwa kami telah memiliki tujuan yang benar dengan apa yang kami
yakini, tapi kami telah melakukan beberapa kesalahan taktis yang sangat
serius. Kami ingin memikirkan lagi hal ini sekali lagi berbarengan
dengan mereka yang ada di penjara, untuk kemudian mengambil sebuah
langkah baru. Tetapi pada akhirnya, adalah sangat menyakitkan saat
sebuah kelompok narapidana politik dari anggota-anggota kami yang
memisahkan diri, kemudian mendeklarasikan bahwa kami adalah musuh, yang
dengan demikian menghapus kondisi penting yang dulu telah membuat RAF
bertahan, yaitu solidaritas dan perjuangan secara kolektif.
Proses Pembebasan Diri Kami Sendiri…
…adalah sesuatu hal yang penting bagi kami, juga karena kami selalu
terlihat menjadi stagnan. Kami memiliki hasrat kolektif sebagai sebuah
hasrat untuk menembus batas dan bentuk-bentuk alienasi. Tetapi
kontradiksi antara perang dan pembebasan seringkali diabaikan dan tidak
pernah kami bicarakan sama sekali. Perang revolusioner juga menghasilkan
alienasi dan struktur pemerintahan, yang jelas merupakan kontradiksi
bagi kebebasan. Melihat hal tersebut, seharusnya hal tersebut tidak
dilihat sebagai pemapanan sebuah struktur, melainkan sebagai sebuah
kemungkinan untuk timbulnya sebuah kesadaran. Disisi lain tanpa
mengatakan bahwa sebuah struktur pemerintahan yang baru akan muncul,
dapat dikatakan bahwa harus adanya penguatan baik dalam segi politik
maupun dalam hubungan personal. Fakta menunjukkan sendiri hal tersebut
dalam kejadian-kejadian saat struktur hirarkis dari front anti
imperialis pada tahun 1980 yang seringkali berubah serta kecenderungan
munculnya struktur pemerintahan selama perpecahan pada tahun 1993. Dan
hal itu juga menunjukkan bagaimana melalui pemikiran-pemikiran dan
analisa-analisa mainstream, dimana dalam sejarahnya, RAF malahan
mendorong mereka yang berjuang disini bersama kami tidak lagi melihat
adanya tujuan untuk menuju kepada sebuah revolusi total.
Adalah Sebuah Kesalahan Strategis Untuk Tidak Membentuk Organisasi Sosial-Politik Bersamaan Dengan Organisasi Bersenjata Ilegal
Tak ada fase dalam sejarah kami yang meraup pemikiran bahwa
organisasi politis seharusnya ada bersamaan dengan perjuangan
politis-militan yang bersenjata. Konsep dari RAF hanya melihat
perjuangan bersenjata yang terfokuskan pada penyerangan-penyerangan yang
bersifat politis-militan. Dalam communique-communique formatif dari RAF
pada pertengahan tahun 1970an, pertanyaan-pertanyaan penting seperti
ini tidak pernah diekspos sama sekali. Secara khususnya di Jerman, belum
pernah ada pengalaman-pengalaman sebelumnya mengenai taktik gerilya
kota. Berbagai hal dilakukan dan dipelajari langsung melalui aksi-aksi
dimana kesalahan dan kegagalan kami sadari secara langsung.
Setidaknya, tidak pernah terdapat sebuah orientasi yang menuju pada
pertanyaan yang timbul tersebut, entah itu bahwa bagaimana sebuah
gerakan menuju pembebasan dapat dimapankan melalui sebuah organisasi
ilegal dan perjuangan bersenjata ataukah bahwa pembangunan gerakan
gerilya harus bersamaan dengan pembangunan struktur politis yang bermula
sebagai sebuah proses yang mendasar. Bulan Januari 1976, beberapa
kamerad kami yang tertangkap dan dipenjara, pernah menulis mengenai hal
ini, menyatakan bahwa hanya sebuah perjuangan bersenjata ilegallah yang
dapat menjadi oposisi nyata bagi imperialisme.
Konsep yang diajukan pada bulan Mei 1982 juga memapankan posisi ini,
mengesampingkan semua kontradiksi serta fakta bahwa hal tersebut adalah
usaha untuk menemukan sebuah asosiasi politik berbarengan dengan orang
lain. Karena konsep ini pulalah maka tidak pernah terjabarkan bagaimana
sebuah perjuangan bersenjata seharusnya berada di pusat metropolis.
Aktifitas politik yang muncul dari terbentuknya front mengkomunikasikan
penyerangan dalam struktur radikal para leftist.
Kekurangan sebuah organisasi politik selama lebih dari 20 tahun
menghasilkan semakin melemahnya proses politis secara berkesinambungan.
Aksi-aski politis-militan di metropolis selama beberapa dekade terakhir
hanyalah merupakan pra-kondisi untuk konsep ini. Strategi dasar RAF
adalah pada sebuah perjuangan bersenjata, dalam berbagai cara yang
berbeda selama fase tersebut, tetapi tak ada point dimana aksi-aksi
militan dapat menuju kepada: bahwa aksi tersebut adalah pilihan taktis
dari strategi pembebasan yang komprehensif. Kelemahan ini juga yang
mengarah kepada fakta bahwa organisasi kami tidak dapat
mentransformasikan dirinya setelah melalui dua dekade. Pra-kondisi untuk
menempatkan fokus dari perjuangan dalam level politik –yang merupakan
apa yang kami ingin lakukan pada tahun 1992– tidak tercapai. Tetapi pada
akhirnya, jelas sekali bahwa hal tersebut menghasilkan kegagalan
strategis yang sangat fundamental.
Kurangnya organisasi sosial-politik adalah kesalahan fatal bagi RAF.
Hal tersebut bukanlah satu-satunya kesalahan, tetapi itulah alasan
terpenting mengapa RAF tidak dapat menjadi proyek pembebasan yang
semakin kuat, dan pada akhirnya pentingnya pra-kondisi yang terlupakan
adalah untuk membangun sebuah gerakan perjuangan yang mengarah kepada
pembebasan, satu hal yang dapat memiliki pengaruh yang kuat dalam ruang
lingkup sosial. Kesalahan juga terdapat pada konsepnya sendiri, seperti
contohnya, bahwa bagaimana sejarah RAF sebenarnya juga memperlihatkan
bahwa konsep RAF tidak relevan lagi dalam proses pembebasan di masa
depan.
Akhir Dari RAF Datang Bertepatan Dengan Masa Dimana Seluruh Dunia
Berkonfrontasi Dengan Efek-Efek Dari Neo-Liberalisme — Perjuangan
Internasional Melawan Pemindahan, Alienasi, Dan Bagi Sebuah Tujuan Dan
Kenyataan Sosial Yang Berbeda Secara Fundamental Sebagai Sebuah Oposisi
Bagi Seluruh Kemapanan Kapitalisme
Hubungan sosial yang bersifat kedalam maupun yang bersifat global
memperkuat turbulansi bagi pemapanan sejarah yang diikuti oleh
berakhirnya sosialisme nyata yang eksis. Meskipun demikian, hal tersebut
bukanlah merupakan sebuah kontradiksi bagi kami untuk menghentikan
proyek kami ini disaat kami masih melihat kebutuhan bahwa apapun yang
berguna dan mungkin harus dilakukan sehingga sebuah dunia tanpa
kapitalisme dapat datang, sebuah dunia dimana emansipasi bagi manusia
dapat direalisasikan.
Mengingat efek yang menghancurkan dari runtuhnya sosialisme nyata
yang eksis di seluruh dunia, dan kemiskinan dari jutaan rakyat di
daerah-daerah ex-Uni Soviet, sangatlah tidak cukup pada hari ini
berbicara mengenai berbagai kesempatan yang dibawa dengan berakhirnya
sosialisme nyata yang eksis. Meskipun demikian, kami juga menemukan
bahwa pembebasan yang nyata tidaklah mungkin dibawah model dari
sosialisme nyata yang eksis. Adalah mungkin untuk menggariskan
konsekwensi dari pengalaman anti-emansipatoris dengan konsep sosialisme
nyata yang eksis yang penuh dengan birokrasi negara dan bersifat
otoriter, sehingga ditemukan jalur pembebasan di masa depan.
Dengan runtuhnya sosialisme nyata yang eksis, kompetisi diantara
sistem yang ada turut berakhir, yang berarti bahwa para pendukung sistem
kapitalis merasa tidak perlu lagi untuk membuat sistem mereka jadi
tampak ‘lebih baik’. Dalam ketiadaan pengecekan secara ideologis pada
para pemodal, sebuah proses pengglobalan kapitalisme telah dihasilkan,
yaitu bahwa segala bentuk kemanusiaan ditujukan hany bagi kepentingan
para pemodal. Neo-liberalisme adalah fondasi ekonomi ideologis bagi
seluruh dunia yang didorong ke depan melalui optimalisasi dan evaluasi
masyarakat dan alam demi kepentingan pada pemodal. Para representatif
dari sistem ini menamakan hal ini sebagai ‘reformasi’ atau
‘modernisasi’.
Sudah semakin jelas bahwa pemapanan sistem saat ini akan membawa
sebagian besar umat manusia kedalam kesulitan eksistensial dan sosial.
Bagi mayoritas terbesar rakyat di dunia ini, neo-liberalisme membawa
dimensi baru yang mengancam kehidupan mereka. Dalam perjuangan demi
hegemoni politik dan kekuatan ekonomis, hanya bentuk ekonomi-ekonomi
yang dapat bertahan adalah yang dapat meningkatkan kapasitas melalui
korporasi-korporasi yang menjadi segmen masyarakat yang lebih kecil.
Efek samping dari sistem ini mengarah kepada perubahan mendalam dalam
kondisi masyarakat.
Secara jauh ke depan, hal tersebut akan meningkatkan kemiskinan dan
kebrutalan hingga pada jauh ke depannya lagi akan dijumpai perang dan
barbarianisme. Jika kepentingan ekonomi politik ada pada urutan pertama
dari segala kepentingan, bangsa-bangsa yang kaya akan berintervensi
dalam konflik dengan perang yang mereka ciptakan sendiri dalam
kepentingan untuk melindungi akses tak terbatas pada bahan baku di
seluruh dunia ini dan memapankan kedudukan mereka yang memegang tampuk
kekuatan. Mereka tidak akan pernah peduli bagaimana mereka akan
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, mereka akan
memilih untuk mengontrol kehancuran dimana sistem mereka akan
menggerakkan semua keuntungan kepada hanya sebagian kecil masyarakat
saja.
Hal ini bukanlah sebuah kontradiksi, melainkan lebih merupakan sebuah
bagian dari sistem yang logis dimana korporasi transnasional dan
multinasional akan mendapat kekuatan yang lebih besar daripada
sebelumnya, dengan keuntungan yang jauh lebih besar daripada sebelumnya,
dalam fase sistem politik yang menciptakan krisis di seluruh dunia,
memilah-milahkan masyarakat, dan memiskinkan sektor-sektor terbesar dari
massa dan memakmurkan sejumlah kecil masyarakat yang tinggal di
metropolitan yang tinggal jauh dari sumber-sumber bahan baku.
Dalam paradoksnya, kesuksesan dalam memaksimalisasikan keuntungan
oleh para pemodal dan runtuhnya berbagai bentuk sosial berarti juga
memaksa kapitalisme hingga titik batasnya. Kemapanan mereka sendiri
justru terancam bahaya diatas segalanya, dimana juga dihasilkan
barbarianisme yang mencolok. Dari pemapanan sistem tersebut, proses
negatif akan berlanjut, hingga suatu saat dimana sebuah proposal menuju
pembebasan yang dapat mengajak kekuatan-kekuatan baru bersama-sama
menggulingkan sistem yang ada sekarang ini. Tetapi hari ini, tidak hanya
kekalahan historis yang tertinggal bersama dengan kekerasan hubungan
sosial yang mengglobal, tetapi juga terdapat gerakan-gerakan
pemberontakan yang dapat menggariskan berbagai pengalaman perlawanan
dalam sejarah global.
Dalam pemapanan yang bersifat global, kapitalisme, yang juga terdapat
di metropolis, berusaha membeli kedamaian sosial yang disebut sebagai
‘welfare system’. Dimana bagaimanapun juga sebagian besar segmen
masyarakat termarginalkan karena tidak lagi dibutuhkan proses produksi
di pusat-pusat metropolis. ‘Kekuatan dunia’ dan ‘welfare state’ tidak
dapat lagi eksis dibawah satu atap. Di Eropa sebagai contohnya, ‘welfare
state’ yang lama menjadi terhegemoni secara ekonomi dan politik dari
Jerman, dengan Jerman berperan sebagai sebuah negara rasis di garis
depan dalam seluruh kontinen yang berubah menjadi sebuah ‘police-state’.
Polisi dan militer dikirim untuk melawan mereka-mereka yang berusaha
memutuskan mata rantai dari lingkaran kemiskinan, perang dan penindasan.
Masyarakat penuh dengan penjara. Polisi dan petugas keamanan memaksa
para gelandangan keluar dari area perbelanjaan para konsumen, tidak
ketinggalan juga memaksa keluar mereka para generasi muda yang marah
pada kondisi konsumtif dan kelas borjuis. Pengenalan kembali dengan
berbagai fasilitas yang mengarah kepaa sifat konsumtif segera berubah
menjadi penjara bagi anak-anak. Usaha untuk mengontrol jumlah populasi
dan pengungsi dalam waktu dekat akan dilakukan dengan kartu-kartu sosial
dan dikomputerisasi, akan segera diberlakukan. Polisi dipersenjatai
untuk melawan gerakan-gerakan penentangan hingga batas akhir.
Pengeluaran, represifitas dan pemindahan. Walaupun kesempurnaan manusia
yang berarti juga merupakan rekayasa genetik tidak lagi merupakan
sesuatu yang tak mungkin. Pengeluaran dan represifitas melalui hilangnya
rasa sosial dalam masyarakat akan terjadi baik disini maupun dimanapun
juga. Rasisme yang berasal dari bawah mengancam kehidupan jutaan massa,
dimana Jerman yang telah mendapat reputasi rasis dalam sejarah akan
berkelanjutan membawa masyarakat dengan sikap rasisme ini. Pengeluaran
orang-orang yang ditunjuk dari kalangan atas dan agresi melawan mereka
dari kalangan bawah adalah ekspresi kebrutalan masyarakat yang terus
berkembang dari hari ke hari. Hanya mereka yang tidak berkontradiksi
dengan efisiensi dari sistem ekonomi yang merasa diuntungkan dimana
segala sesuatu akan dapat digunakan sebagai modal, dapat dikapitalkan
dan dijadikan komoditi. Apapun yang berada diluar kepentingan para
pemodal tidak akan diberi lahan untuk dapat hidup dan berkembang.
Mereka-mereka yang tidak dapat hidup disini dan tak mempunyai lagi
keinginan untuk hal tersebut –dan mereka yang memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya setiap hari– berbicara tentang kekosongan sistem
yang ada saat ini dan mengenai betapa kerasnya kehidupan di masyarakat.
Dipasarkannya masyarakat dan kekerasan di rumah-rumah dan di jalanan,
adalah merupakan kekerasan yang sistematis, kebekuan sosial diantara
sesama masyarakat, kekerasan terhadap perempuan –semuanya adalah
ekspresi dari kondisi yang patriarkis dan rasis. RAF selalu berdiri
dalam kontradiksi bagi mentalitas terbesar dari segmen masyarakat saat
ini. Hal itu adalah merupakan hal yang terpenting dalam proses menuju
pembebasan, karena bukan hanya kondisi yang bersifat reaksioner, tetapi
karakter orang-orangnyalah yang reaksioner sebagai hasil kondisi yang
ada, dan secara berkala hal seperti inilah yang melemahkan
kemungkinan-kemungkinan menuju pembebasan.
Tak disangsikan lagi, ini semua mengenai eksistensi untuk melawan dan
berjuang melawan rasisme dan segala bentuk penindasan. Garis tegas di
masa depan demi pembebasan harus mulai dibuat dan mencakup juga hal-hal
ini, harus ditemukan sebuah kunci untuk membuka apa-apa yang selama ini
tertutup, kesadaran reaksioner dan dapat membangkitkan hasrat untuk
menuju emansipasi dan pembebasan.
Kenyataan Dunia Saat Ini Membuktikan Bahwa Akan Lebih Baik
Apabila Gelombang Revolusi Global, Dimana RAF Adalah Merupakan Bagian
Dari Hal Tersebut, Dapat Berhasil
Gelombang revolusi global, dimana RAF juga muncul dari adanya tujuan
untuk hal tersebut, tidak sukses dimasa lampau, yang tapi bukan berarti
bahwa destruktifitas dan ketidak adilan yang semakin mapan hingga saat
ini tidak dapat digulingkan. Fakta bahwa kami masih belum melihat
jawaban yang untuk hal tersebut yang dapat menggantikan dan menutupi
kesalahan-kesalahan yang pernah kami buat. RAF datang dari sebuah
gerakan revolusioner dekade lampau yang belum melihat bagaimana sistem
ini akan semakin mapan dengan caranya sendiri sekarang ini, tetapi
setidaknya ditemukan sebuah ancaman terhadap sistem yang telah
ditunjukkan. Kami tahu bahwa sistem ini akan menyisakan semakin sedikit
dan semakin sedikit saja orang-orang yang berusaha hidup dengan
keyakinan dan harga dirinya. Dan kami juga mengerti bahwa sistem ini
mencari akses penuh pada masyarakat sehingga mereka dapat menguasai
seluruh sistem yang berlaku dan mengarahkan segalanya demi kepentingan
pribadi mereka sendiri. Radikalisme kami berangkat dann berkembang dari
kenyataan yang ada. Bagi kami, kami tidak mengalami kerugian apa-apa
dari perjuangan kami melawan sistem ini. Perjuangan kami –dengan
kekerasan– mengalami masa yang penuh dengan kesulitan, mengalami masa
yang berat.
Perang pembebasan memiliki bayangannya sendiri juga. Menyerang
orang-orang yang berfungsi sebagai abdi negara merupakan kontradiksi
bagi pemikiran dan perasaan hampir seluruh para revolusioner di seluruh
dunia –yang bagi mereka merupakan kontradiksi dengan inti dari gerakan
pembebasan itu sendiri. Walaupun ada saat dimana fase-fase tersebut yang
terdapat dalam proses menuju pembebasan dipandang sebagai sesuatu yang
diperlukan, karena masih ada orang-orang yang berada pada posisi
penindas mempertahankan kekuatan mereka sendiri dan juga mempertahankan
kekuatan sesamanya. Para revolusioner berpendapat bahwa sebuah dunia
yang seharusnya adalah sebuah dunia dimana tak seorangpun berhak
menentukan siapa saja yang berhak hidup ataupun yang tidak. Meskipun
demikian, kekerasan kami telah menmbuat marah beberapa orang dengan cara
yang tidak rasional. Teror yang sesungguhnya adalah sesuatu yang normal
dalam sistem ekonomi saat ini.
RAF Bukanlah Jawaban Untuk Pembebasan — Tetapi Merupakan Salah Satu Aspek Dari Hal Tersebut
Walaupun banyak pertanyaan yang tetap tak terjawab hingga hari ini,
kami yakin bahwa dari ide-ide pembebasan hingga ke masa depan,
benih-benih dari sebuah tatanan masyarakat yang bebas akan terus muncul
dan tumbuh, jika hal itu benar-benar mencakup berbagai varietas yang
dibutuhkan untuk merubah kondisi-kondisi yang ada saat ini. Sangatlah
tidak berguna untuk membicarakan ‘jalan yang benar’, aspek-aspek diluar
kehidupan dimana segala sesuatu dianggap tidak efisien, hanya demi
mencari sebuah subyek revolusioner. Proyek pembebasan di masa yang akan
datang akan ditemukan melalui berbagai amcam subyek dan varietas dari
aspek dan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Kami membutuhkan sebuah
proposal baru dimana individual-individual atau kelompok-kelompok sosial
yang terlihat sangat berbeda dapat menjadi subyeknya, dan bisa bergerak
bersama-sama. Dalam cara ini, proyek pembebasan dimasa depan tidak
membawa konsep-konsep tua yang ditinggalkan oleh Jerman pada tahun 1968,
atau konsep yang digunakan oleh RAF maupun organisasi lainnya.
Kenikmatan untuk membangun sebuah proyek pembebasan yang meliputi segala
aspek, anti-otoritarian, dan dapat menyatukan kita semua tergantung
kepada diri kita saat ini, walaupun dengan sedih kami katakan bahwa hal
tersebut saat ini sangat jarang ditemui. Kami melihat bahwa orang-orang
dimana-mana di seluruh dunia ini yang berjuang demi hal ini, akan
menemukan cara setelah mereka mempelajari banyak cara. Kami menggariskan
harapan dari fakta yang ada, bahwa dimanapun, walaupun itu di sudut
negara yang paling ketat sekalipun –dimana hegemoni kultural dari kaum
fasis mengikat sangat kuat– masih terdapat orang-orang yang telah berani
bergabung bersama melawan rasisme dan neo-nazisme, untuk melindungi
diri mereka sendiri beserta yang lainnya dan juga untuk berjuang.
Sangatlah penting untuk menemukan kenyataan bahwa kita semua ada di
sebuah jalan buntu dan kita harus menemukan jalan keluar. Maka akan
sangat berharga apabila kita mengabaikan hal-hal yang hanya mengarah
kepada tingkatan teoritikal saja. Keputusan kami untuk mengakhiri
sesuatu adalah juga sebuah ekspresi dari pencarian kami akan
jawaban-jawaban yang baru. Kami tahu bahwa kami bergabung bersama banyak
sekali orang di seluruh dunia ini dalam pencarian yang sama. Akan
terjadi banyak diskusi di masa yang akan datang hingga semua pengalaman
akan dibawa bersama dan kami akan memiliki sebuah gambaran yang
realistis dan merefleksikan sejarah.
Kami ingin menjadi bagian dari tulang sendi gerakan pembebasan. Kami
ingin menjadikan beberapa proses yang telah kami alami dipelajari, dan
kami juga ingin mempelajari proses-proses dari yang lain. Hal ini tidak
menempatkan akan pentingnya vanguard yang akan memimpin perjuangan.
Walaupun konsep sebagai vanguard telah kami hapuskan dari
pengertian-pengertian kami selama perjuangan kami bertahun-tahun, konsep
lama dari RAF ternyata tidak dapat menghapuskan benar-benar hal
tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan lain mengapa kami harus
memotong konsep ini dari diri kami sendiri.
Gerilya Di Metropolis Telah Membawa Perang Kembali Kedalam
Perut Sang Monster, Kepada Negara-Negara Imperialis Yang Membiayai
Perang Mereka Diluar Pusat Kekuatan Mereka Sendiri
Mengabaikan segala sesuatu dimana kami dapat melakukannya dengan
lebih baik, sangatlah benar secara fundamental untuk melawan
kondisi-kondisi di Jerman Barat dan mencari cara yang lebih baik dalam
gerakan perlawanan sebagai tindak kelanjutan perlawanan dalam sejarah
Jerman. Kami ingin untuk membuka kesempatan yang baik bagi perjuangan
revolusioner di metropolis. RAF mengambil lapangan sosial untuk
perjuangannya dan berusaha mengembangkannya selama lebih dari dua
dekade, sebuah lapangan perjuangan yang secara historis sangatlah jarang
ditemui, dengan kurangnya gerakan-gerakan melawan fasisme, dan dimana
mayoritas populasi masih merasa perlu untuk memberikan loyalitasnya pada
fasisme dan barbarianisme.
Tidak seperti di negeri-negeri lain, di Jerman, pembebasan dari
fasisme telah berdatangan dari luar negeri. Tidak ada penentuan sendiri
cara melepaskan diri dari fasisme ‘dari bawah’ di negeri ini sendiri.
Sangat sedikit sekali orang-orang di negeri ini yang menolak fasisme,
terlalu sedikit dibandingkan dengan perkembangan manusianya. Mereka yang
berjuang dengan perlawanan dari kaum yahudi, perlawanan dari kaum
komunis –dan dalam apapun bentuk perlawanan anti-fasisme– ditemukan
berjuang disini. Dan mereka akan selalu dapat dibenarkan. Mereka adalah
secercah cahaya dalam sejarah negeri ini yang sejak tahun 1933, fasisme
mulai membunuh segala aspek sosial masyarakat negeri ini.
Dalam kontrasnya bagi rakyat banyak, trend yang berlaku dalam
masyarakat selalu secara kurang lebih menerima apa yang dikatakan oleh
mereka yang ada di tampuk kekuasaan; penguasa memutuskan apa yang harus
dilegitimasi. Dalam kehancuran nilai sosial dari masyarakat ini, dimana
sebuah pra-kondisi telah dimulai oleh pembantaian yang dilakukan oleh
kaum Nazi, tidak ada bedanya dengan berbagai momen esensial yang terjadi
hingga hari ini. RAF menghancurkan tradisi Jerman setelah fasisme Nazi
dan menolak untuk menerima hal tersebut dilegitimasikan. RAF muncul
sebagai sebuah kebangkitan melawan hal tersebut. Hal tersebut dilakukan
tidak hanya menolak kelanjutan sebagai gerakan nasional dan sosial, tapi
lebih diutamakan sebagai perjuangan internasionalis dalam tempat negasi
ini, sebuah perjuangan dimana praksisnya menolak kondisi penguasa di
negara Jerman dan menyerang struktur militer yang beraliansi dengan
NATO. Di seluruh dunia, aliansi ini, yang merupakan struktur hirarkis
dari Amerika Serikat, adalah kekuatan yang menggerakkan tanpa pernah ada
pertanyaan tentang siapakah sebenarnya yang memimpin, yang kemudian
hanya bertujuan untuk memerangi pemberontakan-pemberontakan dan
gerakan-gerakan pembebasan dengan cara yang militeristik atau perang.
Gerilya yang dilakukan di metropolis membawa perang –dimana para
imperialis membiayai perang dan membawanya keluar dari titik pusat
sentral kekuasaannya– kembali kedalam perut sang monster. Kami menjawab
kondisi kekerasan dengan revolusi yang menggunakan kekerasan juga.
Tidaklah mungkin bagi kami untuk melihat kembali kepada cara-cara yang
lebih halus dan sempurna dalam sejarah Jerman. Tapi kami berusaha untuk
melakukan sesuatu, dan dengan melakukannya kami melangkahi banyak
hukum-hukum yang diciptakan oleh penguasa dan memasuki dan melewati
batas-batas dari masyarakat borjuis.
RAF tidak mungkin untuk menyediakan jalan menuju pembebasan. Tapi apa
yang telah dikontribusikan selama lebih dari dua dekade pada faktanya
memberikan banyak masukan dan pemikiran mengenai pembebasan hingga hari
ini. Meletakkan sistem sebagai sesuatu yang perlu dipertanyakan
–walaupun masih juga dilegitimasi– selama masih terdapatnya dominasi dan
penindasan diatas kebebasan, emansipasi dan harga diri bagi semua orang
di dunia ini.
Masih ada sembilan anggota militan dari perjuangan RAF yang masih
mendekam di penjara. Walaupun perjuangan demi pembebasan masih jauh dari
titik akhir, konflik-konflik yang ada telah menajdi bagian dari
sejarah. Kami mendukung segala usaha dan cara untuk membawa mereka para
narapidana konlik tersebut keluar dari penjara.
Saat ini kami ingin menyampaikan salam dan rasa terima kasih bagi
semua yang menawarkan solidaritas pada kami di jalan kami untuk selama
28 tahun yang lalu, yang telah mendukung kami dalam berbagai cara, dan
bagi yang telah berjuang bersama kami dengan cara yang mereka dapat
lakukan. RAF telah memutuskan untuk mengkontribusikan segala
perjuangannya demi pembebasan. Intervensi revolusioner di negeri ini dan
sejarahnya tidak akan pernah mendapat tempat jika saja banyak orang
yang tidak mau berorganisasi dalam tubuh RAF sendiri, dan tidak
mengambil bagian bagi diri mereka sendiri pada perjuangan ini. Sebuah
jalur yang sama telah tergariskan dibelakang diri kita semua. Kami
berharap bahwa kami akan menemukan diri kami bersama lagi dalam masa
yang tidak diketahui dalam hembusan nafas pembebasan.
Pemikiran kami ada bersama mereka di seluruh dunia yang kehilangan
hidup mereka dalam perjuangan melawan dominasi dan demi pembebasan.
Tujuan yang mereka gariskan adalah tujuan dari hari ini dan hari esok
–hingga semua hubungan akan berubah dimana seseorang sebagai obyek
rendahan, yang diabaikan akan menjadi sangat dihargai. Sangat
menyedihkan saat banyak dari mereka yang telah memberikan hidupnya,
tetapi kematian mereka sama sekali tidak dihargai. Mereka telah hidup
demi perjuangan dan pembebasan di masa yang akan datang.
Kami tidak akan pernah melupakan kamerad-kamerad kami yang tergabung
dalam Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) yang
kehilangan hidupnya dalam musim gugur tahun 1977 dalam aksi solidaritas
internasional, yang bertujuan untuk membebaskan para tahanan dan
narapidana politik. Hari ini kami secara spesial ingin memberikan
kenangan pada mereka yang telah memutuskan untuk menyerahkan segalanya
demi perjuangan bersenjata disini dan telah kehilangan hidupnya.
Kenangan kami dan segala respek kami dipersembahkan bagi mereka yang
namanyapun kami tidak tahu, karena kami memang tidak mengenal mereka,
dan juga bagi…
Petra Schelm
Georg von Rauch
Thomas Weissbecker
Holger Meins
Katharina Hammerschmidt
Ulrich Wessel
Siegfried Hausner
Werner Sauber
Brigitte Kuhlmann
Wilfried Bose
Ulrike Meinhof
Jan-Carl Raspe
Gudrun Ensslin
Andreas Baader
Ingrid Schubert
Willi-Peter Stoll
Michael Knoll
Elisabeth van Dyck
Juliane Plambeck
Wolfgang Beer
Sigurd Debus
Johannes Timme
Jurgen Peemoeller
Ina Siepmann
Gerd Albartus
Wolfgang Grams
Revolusi berkata… dulu Aku… sekarang Aku… dan Aku akan muncul kembali…
Red Army Fraction
Maret 1998
sumber ;internet
Diposting oleh ruangmenataplangit di 09.15 0 komentar
Label: aksi alangsung, raf, sejarah
Rabu, 11 Juli 2012
Cultural evolution on show at JakCloth 2012
Arya Harsono, The Jakarta Post, Jakarta | Feature | Tue, July 10 2012, 1:43 PM
A- A A+
Paper Edition | Page: 27
Torn skinny jeans, old-fashioned glasses and band shirts; it looks like 1990s America has invaded Jakarta’s pop culture scene.
What older generations may consider degenerate, local “punks” have adopted in something that resembles the West in past decades. The culture consists of a certain atmosphere of hard rock, darkened denim, skateboards and vividly rebellious graphic T-shirts.
These elements permeated this year’s Jakarta Clothing Expo, called Summerfest, encompassing the pop culture of this generation.
The Jakarta Clothing Expo is an annual exhibition of independent retail, which includes a live display of up and coming musicians and trends, bringing together youth in a spectacle of shopping, fashion and entertainment.
Taking place at Parkir Timur Senayan, this year’s JakCloth Expo lasted four days, from July 5 to July 8, giving everyone the chance to observe the latest in the country’s pop culture.
Young Indonesians have recently become attracted to the independent clothing brands that originated in Bandung and which, over the years, migrated to the nation’s cultural center, Jakarta. Among them, the more popular stores include Premium Nation, Airplane System, PsychoGenic, Chizel, EasyBeats and Incubation. Iday, owner of Easy-Beats, said that the attraction stems from past Western influence. “Many [young Indonesians] buy these clothes because they are similar to that of the designer clothes from Western countries,” he says, “but cost less than they would in other stores.”
Independent clothing has changed the Indonesian clothing industry, and Summerfest has given these stores the opportunity to display their revolutionary impact on Indonesian pop culture. The designs themselves are, however, not necessarily innovative but rather what many would refer to as “avant-garde”. The more prominent pattern among the selection of clothes is its grunge-like style, and that most of the apparel appears somewhat brooding.
But the rise of independent clothing simply marks a development in Indonesian culture and is associated with the progression of the music scene. Despite radio broadcasting of American pop music, the genres that the kids are raging about today are colloquially known as punk rock, grunge and metal.
Though the main attractions were the cheap apparel at Summerfest, performances by several rock bands, both foreign and local, had many of the participants staying on.
Local artists were given the chance to promote their music, and shoppers were given constant live entertainment. Gracing the stages, US rock bands Rufio and As Blood Runs Black, Canadian band Silverstein, and Australia’s Dream on Dreamer were the highlights of the Summerfest entertainment.
Perhaps the most interesting portion of Summerfest was the inclusion of skateboard culture.
And it isn’t just regular Tony Hawk skateboarding either; fingerboarding has become a rising fad among Indonesian youth — the table tennis of tennis. In short, it is miniature skateboarding where the index and middle finger replace the legs. Although the skateboard rage did not provide the same excitement as an X-Games event, the handmade half-pipe that was placed in the middle of the exhibition not only gave local amateurs a chance to show off their skills in a skateboarding competition, but also allowed them to engage with an ever-growing skateboarding community.
Though its popularity was more prominent during the 90s and early 2000s in Western countries, it is incredible to see the amount of dedicated skaters here, demonstrating how both skateboarding and fingerboarding have emphasized the growing retro-chic fashion in Indonesia.
This year’s Jakarta Clothing Expo is evidence that Indonesia is not one of those countries that denies Western influence, but rather a nation of people that assimilates those cultures into their own.
It also revealed the remarkable youth community that has emerged, promising a colorful future for Indonesia and the generations to follow.
Diposting oleh ruangmenataplangit di 21.02 0 komentar
Label: pop culture, summer festival jakarta
Rabu, 01 Februari 2012
Leave the World Behind (Electrovision Team 012) MASHUP
Diposting oleh ruangmenataplangit di 08.30 0 komentar
Selasa, 24 Januari 2012
28 Januari Anonymous akan Serang Facebook? Apakah benar terjadi
Setelah melakukan peretasan terhadap Departemen Kehakiman Amerika Serikat sebagai bentuk protes penutupan situs Megaupload, kelompok hacktivist Anonymous sepertinya memiliki sasaran baru: Facebook. Aksi ini seperti upaya untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa sehari tanpa Wikipedia belum cukup untuk memberikan kesadaran.
Dalam situs yang diunggah (upload) di YouTube, pesan yang mengatasnamakan Anonymous itu mengatakan, walau Rancangan Undang-Undang SOPA dan PIPA ditunda, hak kebebasan berinternet masih dalam ancaman.
"Perang online telah dimulai antara Anonymous, masyarakat, dan pemerintah Amerika Serikat," tulis pesan di YouTube itu. "Untuk kalian yang belum mengetahui, masih ada ACTA atau Anti-Counterfeiting Trade Agreement," lanjutnya.
Mengapa Facebook menjadi sasaran? Posting di YouTube itu menjawab, "Ini cukup untuk memperlihatkan kami tidak main-main." Menurut dia, Facebook merupakan bukti salah satu situs yang memiliki pertahanan baik, dan server sebanyak 60 ribu server.
Dalam melakukan serangan, pesan di YouTube itu mengancam akan melancarkan serangan L-O-I-C atau Low Orbit Ion Cannon. Ini merupakan tool yang digunakan untuk mengirim banjir trafik ke target yang dijadikan sasaran.
Karena memahami sulitnya menyerang puluhan ribu server Facebook, pesan atas nama Anonymous pun kemudian mengajak melakukan serangan secara bersama-sama. Waktunya pun telah ditentukan, 28 Januari 2012, pukul 12.00.
"Lima hari persiapan... Dengan cara itu... Kami akan memiliki armada yang lebih kuat untuk berjuang mempertahankan hak-hak kami," tulisnya.
Tapi, kemudian, sebuah akun Twitter yang selama ini dianggap akun Anonymous membantah melalui tweet-nya. Akun @anonops itu malah menyebut ancaman terhadap Facebook itu sebagai kebohongan yang dilakukan media massa.
"Again we must say that we will not attack #Facebook! Again the mass media lie," tulis akun Twitter @anonops.
Sebelumnya, sebuah posting di YouTube yang mengatasnamakan Anonymous juga pernah mengeluarkan ancaman untuk menyerang Facebook pada 5 November 2011. Tapi, ancaman itu tidak terbukti.
Pesan yang disampaikan dalam video YouTube itu juga terkesan janggal. Karena, mengutip CNet, pendiri Facebook Mark Zuckerberg selama ini dikenal sebagai orang yang menentang adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) SOPA.
Meski menyebut serangan terhadap Facebook sebagai sebuah kebohongan, akun @anonops tetap memberikan pernyataan penolakan terhadap ACTA.
Read more: http://andreskeldrak.blogspot.com/2012/01/28-januari-anonymous-akan-serang.html#ixzz1kRB5sYno
Diposting oleh ruangmenataplangit di 19.34 0 komentar
Label: 28 Januari Anonymous akan Serang Facebook? Apakah benar terjadi, bajak kota
Senin, 19 Desember 2011
Jika Terkena Gas Air Mata
- Segeralah/secepat-cepatnya menjauh dari lokasi tersebut dan cari ruang/area yang udaranya benar-benar bersih dari gas tersebut. Hiruplah oksigen bersih sebanyak-banyaknya.
- Bila Anda sudah terkontaminasi, jangan sekali-kali mengsap mata dengan tangan, tahan dulu, segeralah cari air bersih lalu basuh muka dengan air tersebut berkali-kali. Tapi ingat jangan diusap dengan tangan, gunakan saputangan/handuk, kalau tak ada gunakan pakaian Anda (sisi yang bersih) secara lembut dan perlahan-lahan sampai perihnya/pedasnya berkurang.
- Usahakan berada di ruang/area yang udaranya benar-benar bersih, sebab jika tidak percuma saja.
- Jika masih terasa, pergilah ke dokter untuk dinetralisir racunnya.
Diposting oleh ruangmenataplangit di 04.41 0 komentar
Label: bajak kota, tip terkena gas air mata
Selasa, 18 Oktober 2011
# Duduki Jakarta
Kami adalah bagian dari 99% rakyat yang menghendaki KESETARAAN, KEADILAN, KESEJAHTERAAN, KEMERDEKAAN dan semua kebaikan yang seharusnya menjadi hak kita. Kami mau mengajak kita semua, sebagai penduduk, sebagai bagian rakyat dunia, sebagai warga Indonesia, utamanya warga Jakarta, turut mendukung gerakan tersebut. Untuk menolak sistem yg menindas, menolak bentuk2 penjajahan, menolak penguasaan 1% elit beserta gerombolan perampoknya, menolak penindasan hak berekspresi dan berorientasi, dst.
Siapa kami?
Kami aktivis-aktivis atau manusia biasa pendukung gerakan pendudukan yg berkembang di dunia saat ini. Kami dari berbagai latar belakang organisasi atau belum dan tidak berorganisasi.
OCCUPY JAKARTA!
apapun jender kita,
para penganggur,
pekerja rumah tangga,
buruh bangunan,
buruh pabrik,
pelajar dan putus sekolah,
anak jalanan,
buruh migran,
supir transjakarta,
kondektur,
pedagang asongan,
pengemis,
pengamen lagu dan puisi,
seniman,
guru,
mahasiswa,
pegawai negri,
kaum minoritas,
ODHA,
difabel,
pegiat lsm,
aktifis,
pengarang,
pekerja lepas,
tukang galian,
ibu rumahtangga,
bapak rumahtangga,
penyiar,
reporter,
penyair,
tukang kebon,
satpam,
gelandangan,
pegawai menengah dan rendahan,
pemilik warung tegal,
warung padang,
warungnasi,
pemilik warung rokok dan kelontong,
pedagang buah dan sayuran,
kuli panggul,
buruh pelabuhan,
pilot,
pramugari,
pramusaji,
pramuniaga,
filmaker,
animator,
webmaster,
lgbt,
tukang jahit,
tukang sol sepatu,
tukang solder,
petugas pemeriksa meteran listrik,
pegiat lingkungan hidup,
sejarawan,
pengacara,
tukang ojek,
tukang tambal ban,
tukang las,
polisi swasta,
tukang parkir,
tukang servis komputer dan barang elektronik,
tukang gali sumber pompa air,
pegawai dan pemilik salon kecantikan,
dosen,
guru besar,
olahragawan,
peragawan-peragawati,
pemain dan kru film dan sinetron,
tukang cuci mobil dan motor,
tukang semir sepatu,
pengusaha kecil dan menengah,
tukang perahu tarik,
supir bajaj,
supir metromini,
supir bis,
supir pribadi,
supir angkot,
kaum rasta,
tukang servis hp,
penjual pulsa,
tukang rental komputer,
scriptwriter,
penulis,
editor,
tukang cuci dan setrika,
pedagang burung,
supir taksi,
montir,
pekerja seks,
pemuka agama,
pegawai bank,
arsitek,
desainer,
pedagang layangan,
penjual balon gas,
tukang odong-odong,
pemulung,
bakul jamu,
peneliti,
tukang pijat,
dokter,
dan seterusnya dan seterusnya… dan banyak lagi yang lainnuya
KITA ADALAH 99% – MELAWAN 1%
Penyebab masalah: kebijakan upah murah, perampasan upah, perampasan tanah, perampasan hak2 warga negara, pengkerdilan intelektual, perampasan otonomi tubuh perempuan, penindasan & kekerasan terhadap buruh, petani, miskin kota, biaya pendidikan yg mahal, membanjirnya produk2 mutu rendah dan menghancurkan pasar produk lokal (Free Trade yg tdk FAIR), kemiskinan yg akut, penguasaan 99% sumber2 daya alam oleh asing yang didukung negara, 99% perbankkan dikuasai asing, politik uang, korupsi oleh pejabat pemerintah, mafia peradilan, dll, dll, dll, dll.
Lengkapi daftar masalah-masalah ini.
Tunjukkan lebih banyak bukti.
Tambahi ketidaktahuan kami.
Tanpa kalian, kami belum menjadi 99%
DATANG DENGAN TUNTUTAN, NYANYIAN, TARIAN, NYALI DAN HARAPAN.
KITA HARUS BERDAULAT ATAS NASIB KITA SENDIRI.
JANGAN DIAM, LAWAN!
Dengan melawan kita tidak benar-benar kalah.
Daftar agenda:
1. Duduki BEJ: 19/10/11 Pukul 10:00, JL.JEND.SUDIRMAN KAV 52-53, Jakarta.
2. Duduki Freeport: 20/10/11 Pukul 12:00 di depan Kantor Freeport, Plaza 89, Kuningan, Jakarta.
3. Silahkan tambahkan…
4. Silahkan usulkan perubahan isi dan keterangan event ini bila kawan2 tidak setuju.
5. dll
Diposting oleh ruangmenataplangit di 10.43 0 komentar
Label: duduki jakarta, Occupy Jakarta